
Kevin William
@kevinbahasbola
🇪🇸 Guardiola vs Maresca 🇮🇹 Struktur OOP 4-4-2 Chelsea terganggu oleh shape build up City yang kali ini membentuk 2-3-5, di mana kedua full back dibuat jadi winger dan Kovacic drop sebagai DLP, sehingga memaksa winger Chelsea tertarik ke belakang membentuk 5-3-2.
Dropnya Kovacic yang seringkali tak terkawal membuat blok depan Chelsea kalah jumlah (2v3). Ditambah pressing yang minim, backline Akanji-Kovacic-Khusanov dapat build up dari belakang tanpa gangguan.
Akibatnya, Chelsea menghadapi masalah besar saat DLP City (Kovacic/Gündogan) punya ruang dan waktu yang cukup banyak untuk mengirim umpan progresif menuju ruang di belakang bek yang dieksploitasi dengan gerakan off-ball diagonal Gvardiol/Nunes dari sayap.
Lihat betapa mudahnya kedua winger dapat mengeksploitasi jarak antar 5 pemain di backline Chelsea dalam satu momen. High line tanpa pressing intens = Bencana.
Posisi Sanchez yang agak naik dari gawangnya bertujuan untuk sweeping umpan lambung di belakang backline, namun keakuratan umpan progresif dari Gündogan/Ederson membuatnya harus mereset positioningnya di kotak penalti hingga terjadi error pada gol Haaland di babak kedua.
Di babak kedua, Chelsea memperbaiki intensitas pressnya dengan high press man-to-man lebih agresif ke depan. Sementara City tetap menang jumlah dengan Ederson yang aktif ikut build up dengan memancing press + long ball direct. (6v5)
Masalahnya, high press agresif membuat backline Chelsea jadi harus bertahan man-to-man di belakang. Sementara bek Chelsea jelas terlihat kesulitan saat beradu fisik lawan Haaland sehingga seringkali butuh bantuan dari rekannya yang membuat 1 penyerang City lepas dari marking.
Masalah ini kembali terjadi pada gol Foden di akhir babak kedua: — Chelsea high press, Ederson long ball direct. — Colwill struggling vs Haaland, Chalobah back up. — Foden lepas, gol.
Ironisnya, problem utama Chelsea di laga ini merupakan masalah yang sebelumnya juga dimiliki City sehari-hari.